Kedai Tiga Nyonya Lippo Cikarang akan Segera hadir di Ruko Plaza Menteng Blok A No. 18-19 Jl. M.H. Thamrin Lippo Cikarang Bekasi.
Berikut testimoni yang patut kita baca bagi pecinta kuliner :
Kedai Tiga Nyonya
Sebenarnya saya tidak sengaja masuk ke resto Kedai Tiga Nyonya (maksudnya, bukan tiba-tiba disuguhi makan dan tiba-tiba disuruh mbayar...). Ketika malam itu sedang berjalan-jalan di Jl. Wachid Hasyim, Jakarta Pusat, sambil tolah-toleh siapa tahu ada tempat makan yang menarik. Tiba-tiba pandangan mata terarah ke sebuah bangunan bernuansa cino ndeso
(bahasa sekarangnya antik bin artistik khas rumah peranakan Cina),
bercat dominan hijau telur. Dari judul depannya saya tahu, ini pasti
tempat makan.
Bagi warga Jakarta, barangkali Kedai Tiga Nyonya bukan sebuah nama
yang asing. Tapi bagi saya, tempat ini bagai magnet yang mengundang
untuk masuk dan mencoba tawaran menunya. Benar saja. Begitu masuk ke
dalam bangunan dua lantai itu, saya merasa seperti sedang berada di
kompleks rumah pecinan. Pernak-pernik hiasannya, piring keramik,
lampion, baju khas masyarakat peranakan, aneka mebel kayu berkesan kuno,
termasuk dominasi warna merah, yang kesemuanya menegaskan bahwa
siapapun yang ada di sana seolah-olah sedang berada di tengah komunitas
peranakan.
Namun yang pasti, bahwa siapapun yang masuk ke sana jelas berniat
hendak cari makan. Karena tempat itu adalah restoran masakan khas
peranakan yang diramu dan ditata sedemikian rupa agar tampil beda dan
menarik. Menu masakan yang disediakannya pun beraneka ragam. Menurut
pemiliknya, Paul dan Winnie Nio yang asal Semarang, semuanya berasal
dari resep keluarga peranakan yang telah diwarisi turun-temurun. Semua
informasi tentang Kedai Tiga Nyonya dan termasuk menu yang disediakan,
dikemas dalam sebuah buklet daftar menu berbahasa Inggris. Saya pikir,
ini restoran memang disiapkan untuk melayani konsumen asing, minimal
orang Indonesia yang tidak bisa berbahasa Indonesia tapi mengerti bahasa
Inggris. Tidak paham bahasa Cina tidak masalah, wong tidak ada tulisan
Cinanya.
Kedai Tiga Nyonya yang berdiri di Jl. Wachid Hasyim ini sudah
beroperasi sejak Desember 2005 dan merupakan cabang dari induknya yang
lebih dahulu ada di kawasan Tebet Indraya Square, Jl. Gatot Subroto,
Jakarta Selatan. Perihal nama Tiga Nyonya ini menurut ceritanya, bermula
dari ketertarikan Paul B. Nio, sang pemilik kedai, kepada sebuah foto
kuno yang ditemukannya di Semarang. Foto dua orang ibu-ibu Cina dan
seorang anak perempuan yang sebenarnya tidak ada hubungan
pernah-pernahan dengan pak Paul itu lalu direpro dan dijadikan inspirasi
sekaligus ikon bagi restorannya yang kini bernama Kedai Tiga Nyonya.
Restoran yang sebenarnya tidak berkesan mewah ini rupanya pernah
menyabet penghargaan sebagai Restoran Terbaik pada tahun 2005 dan 2006.
Bahkan menu ayam bakar spesialnya pun diakui kelezatannya. Namun
barangkali ada satu hal yang patut dicatat, yaitu jaminan dari
pemiliknya bahwa semua makanan disana halal dan tidak menggunakan MSG.
Jadi, meskipun banyak kolesterol tapi masih agak sehatlah….. sedikit.
***
Tiba saat pemesanan. Saya pilih menu utama kakap steam dan
cah kangkung, lalu minumnya es Tiga Nyonya, masih ditambah tahu pong
sebagai pelengkap pendahuluan. Mari kita deskripsikan satu per-satu agar
lebih komplit dalam membayangkan taste-nya yang memang enak…… Kalau soal bumbunya saya tidak tahu, wong saya bukan tukang masak. Tapi yang penting adalah hoenak ketika dimakan dan ketika tidak ikut memakannya pun tetap terbayang hoenaknya.
Kakap steam yang disajikan berupa seekor ikan kakap merah
berukuran cukup besar, dipadu dengan irisan tomat, bawang bombay dan
paprika merah-hijau. Ditaruh di meja dalam keadaan panas kemebul
(berasap) dengan kuah kental bersantan. Terasa sedapnya ketika disantap
dalam keadaan panas dengan nasi putih pulen. Jangan ditunda memakannya
ketika dingin, karena kuah kentalnya membikin perut cepat kenyang dan
nek. Sayang, ikannya terasa kurang segar. Ya, maklum ini restoran
lokasinya di tengah kota yang padat, berbeda dengan warung yang terletak
di dekat pantai.
Demikian halnya dengan sajian cah kangkung yang juga masih kemebul. Cah kangkung dengan campuran udang, lebih enak kalau disantap juga dalam kondisi hanas
(saking panasnya di mulut). Kuahnya benar-benar sedap nian. Tingkat
kematangan daun dan batang kangkungnya pas sekali sehingga memberi
sensasi kemrenyes, gigitan demi gigitan. Inilah rahasianya
menikmati cah kangkung. Jangan menunda memakannya ketika sudah dingin,
karena tingkat kematangan daun dan batangnya sudah berubah. Regangan
serat batang dan daun kangkung sudah mengendor layu. Akibatnya sensasi kemrenyesnya hilang. Tanya kenapa? Saya tidak tahu. Tapi boleh dibuktikan sendiri kalau di rumah ada yang bisa masak.
Giliran menikmati es Tiga Nyonya. Dari namanya saja pasti ini menu
minuman khas unggulan kedai Cina itu. Dalam wadah agak besar berisi
campuran kolang-kaling berwarna merah, cincau hitam, bijih selasih yang
seperti telur kodok, dan (ini yang paling enak dan kemrenyes) irisan tipis-tipis manisan mangga, lalu ada sirup dan prongkolan es batu yang digepuk (bukan dipasah). Ramuannya begitu pas, sehingga rasanya…. uedan tenan!. Kalau bukan karena kekenyangan nggado kakap steam, rasanya kepingin nambah.
Yang terakhir, walau sebenarnya justru yang pertama disajikan dan
pertama pula saya santap sebagai menu pembuka, yaitu sesuai orderan
adalah tahu pong gimbal komplit khas Semarang dengan sambal petis. Tapi ketika disajikan rupanya gimbalnya
ketinggalan di dapur. Ya sudah, tahu pong sambal petis saja. Yang
penting tahu dan petisnya benar-benar terasa. Tidak seperti tahu petis
di Sekaten Jogja yang petisnya sudah dicampur gula jawa.
Pendek cerita, saya benar-benar puas menikmati sajian menu Kedai Tiga Nyonya. Sebelum meninggalkan kedai dan tiba waktunya mbayar,
uuah… harganya (kurang) pas buat saya (membuat saku saya mendadak jadi
tipis). Terima kasih Kedai Tiga Nyonya. Terima kasih untuk harga yang
sebanding dengan tingkat keenakan masakannya. Puas… puas… puas….!
Yogyakarta, 2 Maret 2007
Yusuf Iskandar
Yusuf Iskandar
Sumber : http://yiskandar.wordpress.com/2008/04/07/kedai-tiga-nyonya/
No comments:
Post a Comment