Berikut testimoni yang patut kita baca bagi pecinta kuliner :
Kedai Tiga Nyonya
Sebenarnya saya tidak sengaja masuk ke resto Kedai Tiga Nyonya (maksudnya, bukan tiba-tiba disuguhi makan dan tiba-tiba disuruh mbayar...). Ketika malam itu sedang berjalan-jalan di Jl. Wachid Hasyim, Jakarta Pusat, sambil tolah-toleh siapa tahu ada tempat makan yang menarik. Tiba-tiba pandangan mata terarah ke sebuah bangunan bernuansa cino ndeso
(bahasa sekarangnya antik bin artistik khas rumah peranakan Cina),
bercat dominan hijau telur. Dari judul depannya saya tahu, ini pasti
tempat makan.
Bagi warga Jakarta, barangkali Kedai Tiga Nyonya bukan sebuah nama
yang asing. Tapi bagi saya, tempat ini bagai magnet yang mengundang
untuk masuk dan mencoba tawaran menunya. Benar saja. Begitu masuk ke
dalam bangunan dua lantai itu, saya merasa seperti sedang berada di
kompleks rumah pecinan. Pernak-pernik hiasannya, piring keramik,
lampion, baju khas masyarakat peranakan, aneka mebel kayu berkesan kuno,
termasuk dominasi warna merah, yang kesemuanya menegaskan bahwa
siapapun yang ada di sana seolah-olah sedang berada di tengah komunitas
peranakan.